Sejuta Pesona

Sarah Jembaranita
3 min readNov 15, 2020

--

-Alfa Super dan Pertanyaan, 2020-

Picture by Sarah Jembara

Sudah lebih dari empat jam Salma menatap layar laptop di depannya. Salma harus kembali mempelajari materi kuliah yang ia dapat di kampus serta mengerjakan tugas. Ia menyandarkan punggung ke sandaran kursi meregangkan otot tubuh. Mata coklat tua Salma melirik ponsel di atas nakas, layarnya menyala menampilkan pop-up chat dari Nadine — sepupunya.

Chat pertama dari Nadine untuk Salma
Chat kedua dari Nadine.

Informasi dari Nadine membawa ingatan Salma ke masa lalu. Salma masih ingat bagaimana mata dia yang menyipit saat tersenyum, rambut lurus seperti iklan sampo, dan kulit sawo matangnya. Tinggi badannya saat itu standar untuk anak SMP tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. Pas. Pertama kali dalam hidupnya Salma jatuh sejatuhnya dengan seorang laki-laki. Disaat yang sama Salma mulai menyadari bahwa ia juga mau menerima kekurangan dan kelebihannya. Baginya cukup Rasha. Iya, Rasha Junesta. Kisah itu dimulai saat Salma duduk di kelas IX SMP.

Saat kelas VIII Rasha dan Salma adalah teman sekelas. Rasha yang diam saat jam pelajaran dimulai lalu menjadi gila saat jam kosong. Rasha yang marah saat Salma menyembunyikan sepatunya di atas lemari sapu. Dan cara berpikir Rasha yang berbeda dari teman-temanya kala itu membuat Salma yang awalnya tidak memiliki ketertarikan menjadi sering memperhatikan Rasha. Salma mulai sadar dengan perasaan nya dan ia tahu harus ditujukan kemana. Namun semuanya berubah kala Rasha juga tahu bahwa Salma mempunyai perasaan lebih dari teman padanya. Ia memilih membentang jarak selebar-lebarnya untuk Salma.

Setiap tahun sekolah akan mengacak kelas, kecil kemungkinan siswa akan berada di kelas yang sama setiap tahunnya. Tahun itu Salma di kelas IX-5 dan Rasha di kelas IX-1. Jarak kelas mereka cukup jauh, kalau-kalau ia ingin melihat Rasha maka Salma harus naik ke lantai tiga. Di lantai tiga terdapat kelas IX 1–3 dan kantin. Untung saja, arsitek sekolahnya mendesain kantin di lantai paling atas. Jadi besar kemungkinan Salma akan bertemu Rasha disana. Cukup melihat Rasha selama lima belas menit, membuat hatinya menghangat seperti mentari di pagi hari.

Salma tersadar dari lamunannya, ia fokus menyelesaikan tugas kuliah yang sempat tertunda. Menit demi menit berlalu, jam menunjukan pukul 23.00 malam. Setelah mematikan laptop ia menyikat gigi di kamar mandi. Salma merebahkan diri di atas kasur sambil menatap langit-langit kamar. Beberapa pertanyaan muncul, “Kenapa Tuhan sampai sekarang nggak memberikan kesempatan buat gue ketemu Rasha? Kenapa harus Nadine yang ketemu Rasha malam ini? Kenapa?” Salma mengenyahkan semua pertanyaan itu dan memutuskan tidur.

Bertahun-tahun lamanya Salma menanti takdir itu datang. Ternyata enam bulan kemudian setelah kabar dari Nadine Tuhan kembali mempertemukan mereka. Mata saling bersitatap dan tubuh yang kaku menjadi saksi bisu. Salma akan mendapat jawaban atas pertanyaan yang selama ini ia pendam, bukan lagi pesan berantai yang biasa didapat saat sekolah dulu. Semesta mempertemukan mereka di waktu yang tepat.

--

--

Sarah Jembaranita
Sarah Jembaranita

Written by Sarah Jembaranita

A woman love about art and literature.

No responses yet